Home » Kualitas Transportasi Publik » Metromini ”Maut” Bukti Bobroknya Transportasi

Metromini ”Maut” Bukti Bobroknya Transportasi

Metro Mini adalah “mesin pembunuh” yang sengaja atau tidak dipelihara oleh Pemprov DKI.
Coba periksa pernyataan petinggi Pemprov DKI, mulai dari Kepala Dinas Perhubungan sampai Gubernur Joko Widodo; sama saja. Mereka prihatin terhadap kondisi PT Metromini tapi langkahnya masih ” AKAN” ; AKAN ini dan AKAN itu.. Mengapa jawabannya Langsung KAPAN Metromini akan diberhentikan beroperasi atau ditertibkan .

0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER

JAKARTA, KOMPAS — Bus metromini maut T47 jurusan Senen-Pondok Kopi yang menabrak tiga siswi SMP Al Washliyah 1 di Jalan Pemuda, dekat Halte Layur, Jakarta Timur, karena ulah sopir bus Wabdi Sihombing (22) yang ugal-ugalan. Akibatnya, Bennitty Rivilini Mapata (12), satu dari tiga siswi yang ditabrak, tewas setelah dirawat di RS Persahabatan, Jakarta Timur.

Satu siswi lainnya, Rahmi Utami (11), dalam kondisi kritis tak sadarkan diri dirawat di RS Tarakan, Jakarta Pusat. Ia menderita cedera patah tulang pada paha kanan, cedera kepala, dan lebam pada wajah bagian kanan. Satu siswi lagi, Reni Anggraini (12), menderita memar pipi kiri dan tiga giginya patah, serta dirawat di RS Antam Medika, Jakarta Timur.

Menanggapi kasus itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menegaskan, metromini harus segera diatur dan dibenahi pengelolaannya. ”Saya sudah ngomong bolak-balik. Tidak ada spidometernya, tidak ada remnya. Sudah 30 tahun dibiarkan. Siapa itu yang membiarkan sampai 30 tahun?” katanya.

Menurut Jokowi, percuma menegur metromini karena tidak pernah ada perbaikan. ”Harus diganti metromini itu. Kalau sudah ada manajemen baru, kita baru bisa bicara. Kalau pemiliknya satu per satu dibilangi sampai jempalitan, tetap tidak akan berubah,” ujar Jokowi.

Tidak layak beroperasi
Tragedi memilukan ini, menurut Ketua Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, buah akumulasi kesalahan dari semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan layanan angkutan umum di Jakarta. ”Ini adalah tanggung jawab semua, termasuk Organda, dishub (dinas perhubungan), kepolisian, dan tentu saja sopir, serta pemilik angkutan,” ujar Shafruhan.

Pengelolaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah salah sejak dari hulu hingga hilir. Bukti nyata dari pernyataan ini, menurut Shafruhan, adalah metromini yang menyebabkan tiga orang tewas ini lolos uji KIR yang berlaku hingga Desember 2013. Padahal, dari kondisi fisiknya saja, sudah bisa dipastikan metromini itu tak layak jalan.

Saat ini, tercatat sekitar 6.000 unit bus sedang di Jakarta, termasuk metromini. Sebanyak 60 persen-70 persen dari total jumlah itu dinyatakan tidak laik beroperasi. Namun, fakta di lapangan bus-bus bobrok itu tetap mengangkut penumpang dan ugal-ugalan di jalan.

Menurut Shafruhan, Dishub DKI Jakarta juga telah mengambil langkah tegas, antara lain sudah ada surat edaran yang dikirimkan kepada setiap pemilik angkutan untuk segera meremajakan armadanya paling lambat Oktober 2013. Setelah Lebaran nanti, Organda dan Dishub DKI akan membahas pelaksanaan kebijakan ini secara lebih detail.

Selain meremajakan bus sedang, Organda dan Dishub DKI sedang mematangkan rencana mengganti semua mobil kecil sejenis mikrolet menjadi bus sedang. Ditargetkan, pergantian itu mulai dilakukan akhir 2013 ini disertai kebijakan penataan trayek besar-besaran.

Hal itu diakui Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristono. Kondisi metromini sudah buruk sekali. Sebagai operator angkutan umum, mereka tidak menjalankan kewajiban memiliki sarana, prasarana, dan manajemen yang layak. ”Kalau sudah seperti itu, mereka sudah tidak bisa beroperasi lagi. Daripada menunggu dibubarkan pemprov, lebih baik metromini membubarkan diri,” katanya.

Menurut Udar Pristono, dishub tak kurang memberikan sanksi kepada metromini yang melanggar. Namun, dishub hanya bisa bergerak di hilir dengan memberi sanksi. ”Kalau di hulu tidak diperbaiki, tidak akan ada artinya. Jangan hanya mencari kambing hitam dengan mengatakan kurang pengawasan. Kami tidak mungkin mengawasi satu per satu di lapangan,” ujarnya.

Udar Pristono telah memerintahkan seluruh jajarannya menangkap dan mengandangkan metromini yang tidak memenuhi syarat jalan. Untuk penindakan terhadap sopir tembak yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM), dishub minta polisi ikut berperan aktif.

Izin trayek dicabut
Berkaitan dengan kasus tersebut, Kepala Bidang Angkutan Darat Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, Dishub DKI mencabut izin trayek Metromini T50 Kampung Melayu-Klender dengan nomor polisi B 7669 AS (yang digunakan untuk trayek T47 jurusan Senen-Pondok Kopi). Metromini ini tidak boleh beroperasi di rute yang selama ini dilintasi. Pencabutan trayek atas nama MD Silaban Simamora.

”Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kami cabut izin trayeknya,” kata Syafrin.

Dasar hukum pencabutan izin trayek juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Orang dengan Angkutan Umum, dan peraturan lain. ”Sejak izin trayek dicabut, kendaraan itu tidak bisa dioperasikan sebagai angkutan penumpang di wilayah DKI Jakarta,” katanya.

Penindakan hukum sopir metromini, katanya, diserahkan ke kepolisian. Dengan penindakan dari dua sisi itu, Syafrin berharap ada efek jera kepada operator bus dan pengemudi bus.

Anggap enteng
Di sisi lain, sopir metromini maut, Wabdi, hanya menyampaikan maaf atas kecelakaan yang dialami ketiga siswi itu. ”Yah, saya minta maaf-lah,” katanya.

Dengan enteng pula, Wabdi mengaku, selama tiga tahun sebagai sopir metromini, dia tak pernah mengantongi SIM.

Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Jaktim Ajun Komisaris Agung B Leksono mengatakan, Wabdi terbukti mengemudikan bus dengan ugal-ugalan. ”Kami pun langsung menetapkan dia sebagai tersangka,” kata Agung. (FRO/NDY/NEL/mdn)

++++++++++++++++++

KECELAKAAN
Tiga Siswi Itu Ditabrak Sopir Maut…
0 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER

Bunyamin (45) pecah tangisnya saat mengingat harapan agar anaknya, Bennitty Rivilini Mapata (12), dapat sekolah tinggi. Tangisnya terdengar begitu berat saat jasad anak sulungnya itu akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Kemiri, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (24/7).

Bennitty merupakan satu dari tiga siswi yang ditabrak metromini maut T47 jurusan Senen-Pondok Kopi yang dikemudikan Wabdi Sihombing (22) di jalur transjakarta ruas Jalan Pemuda arah Rawamangun-Pulogadung pada Selasa pukul 15.30. Siswi lainnya adalah Rahmi Utami (11) dan Reni Anggraini (12).

Ketiganya siswi SMP Al Washliyah 1, Jakarta Timur.
Mereka mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang
dari sekolah saat menyeberang jalan.

Bunyamin mengungkapkan, sebelum kecelakaan itu terjadi, Bennitty bersama dua temannya yang turut menjadi korban kecelakaan belajar bersama di rumahnya di RT 011 RW 002 Rawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Ketiga remaja putri itu juga mempersiapkan sejumlah persyaratan untuk memperoleh bantuan untuk siswi miskin.

”Saat itu saya sempat bilang, sekarang enggak apa sekolah di swasta. Namun, kalau SMA, usahakan supaya bisa diterima di sekolah negeri,” ujarnya sambil menahan tangis.

Menurut salah seorang kerabat, Bunyamin menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Meskipun hanya sebagai buruh serabutan, ayah empat anak itu selalu berusaha menyediakan dana untuk anak-anaknya.

”Sampai waktu Bennitty tidak memperoleh SMP negeri, seluruh anggota keluarga berusaha mencarikan sekolah untuk dia,” kata salah satu bibi Bennitty.

Keluarga miskin
Seperti halnya Bennitty, dua siswi korban bus metromini maut itu juga berasal dari keluarga miskin. Ketiganya tinggal berdekatan dalam kawasan kampung padat penduduk di pinggir Jalan Pemuda, Jakarta Timur.

Rahmi Utami, contohnya, setiap hari harus menjaga tiga adiknya sebelum dia berangkat sekolah. Ibunya, Mariani (31), bekerja sebagai pedagang minuman di pelataran Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Ayahnya, Budi Dwi Utama (35), hanya bekerja sebagai tenaga kebersihan di UNJ.

Baru pada siang hari tugas menjaga adik diserahkan Rahmi kepada neneknya, Nani Tri Utami (51). ”Kami hidup pas-pasan. Rahmi pun harus ikut membantu orangtua menjaga adik-adiknya,” kata Nani.

Nani sangat terpukul mengetahui Rahmi tak sadarkan diri akibat ditabrak metromini. Apalagi, menurut Nani, dia turut menyaksikan cucunya itu mengalami lebam di wajah kanan dan paha kanannya patah.

Pikiran nenek ini semakin terbebani mengetahui biaya pengobatan Rahmi saat dirawat di Instalasi Gawat Darurat RS Antam Medika begitu besar. ”Kan, saya yang mengurus administrasi dan biaya pengobatan Rahmi di rumah sakit itu,” katanya.

Beruntung, kata Nani, yayasan tempat sekolah cucunya itu bersedia membiayai pengobatan Rahmi selama di IGD RS Antam Medika sebesar Rp 5,5 juta dan ambulans Rp 750.000.

Untuk meringankan biaya, Rahmi kemudian dirujuk ke RS Tarakan. Itu pun, kata Nani, setelah ayah dan ibu Rahmi mencari ke tujuh rumah sakit yang memiliki ruang ICU dan melayani Kartu Jakarta Sehat.

Setelah dirawat di RS Tarakan, ibunda Rahmi, yang dihubungi lewat telepon, mengaku bersyukur akhirnya anaknya bisa memperoleh perawatan medis. ”Sekarang kami hanya berdoa supaya Rahmi bisa kembali pulih,” katanya.

Sementara kondisi Reni, menurut ayahnya, Sanusi (44), tidak terlalu mengkhawatirkan seperti Rahmi. Kondisinya masih sadar. Reni mengalami lebam pada wajah dan tiga giginya patah. Hingga saat ini, Reni masih dirawat di RS Antam Medika. Untuk perawatan anaknya itu, Sanusi telah mengeluarkan biaya tak kurang dari Rp 2 juta dan itu baru sebatas deposito biaya pengobatan anaknya di rumah sakit. ”Belum ada bantuan untuk saya. Namun, saya tetap berusaha agar anak saya bisa kembali pulih,” katanya.

(Madina Nusrat)

Leave a comment